Priska Yuni Afrila : Menggali "Taste" Seorang Recruiter
Berawal dari rasa penasaran gimana caranya bisa membaca karakter manusia dengan menggunakan hasil psikotes tanpa adjustment namun bisa prediksi sikap - sikap dari karakter mereka, membuat Priska Yuni Afrila mencerbutkan diri ke dalam dunia perekrutan. Sebelum akhirnya menjadi recruitment lead di perusahaan teknologi FAB Indonesia, Priska bekerja sebagai HR Generalist, dan sempat mengerjakan jobdesk gado-gado; mulai dari jobdesk HR, personalia, sampai GA. Menariknya, dari pengalaman meng-handle macam-macam kerjaan, ini pula yang membentuk mentalnya dalam hal strategi, komunikasi, koordinasi, dan lingkungan bekerja.
Pada dasarnya, meski titelnya adalah "rekruter" ketika diperhadapkan pada industri yang berbeda treatment sebagai rekruter juga berbeda pula. Menarik, tidak pernah membosankan, dan selalu ada dinamika baru adalah interpretasi alumni Universitas Jendral Achamad Yani ini terhadap lingkup pekerjaannya sebagai rekruter. Baca lebih lanjut obrolan Loker ID dan Priska seputar dunia perekrutan di sini!
Bagaimana perjalanan karier Anda dari awal hingga menjadi recruitment lead di perusahaan teknologi ini?
Saat memutuskan menjadi recruitment, sebelumnya saya bekerja sebagai HR Generalist Tunggal di Bandung, yang dimana diluar ekspetasi, semua dikerjakan--dari jobdesk HR, Personalia dan GA. Menariknya dari sinilah saya bisa mengenal "mental diri" yang dihadapkan tentang strategi, komunikasi, koordinasi, networking, dan lingkungan bekerja.
Menjadi HR Generalist ternyata bukan passion saya, karena setelah menjalani saya lebih menyukai pekerjaan yang lebih banyak berinteraksi dengan banyan orang dibandingkan pekerjaan administrasi. Tawaran dari salah satu senior saya yang akhirnya membuka peluang menjadi Recruitment Officer di perusahaan Media TV selama 3 tahun. Belajar dari idealisme supervisor saya bahwa mencari orang itu bukan hanya sekedar melihat sejauh mana experience mereka dari CV dan interview biasa, namun hasil dari psikotes perlu kita pelajari untuk melihat sejauh mana experience kandidat dengan karakter profesional mereka terhadap posisi tersebut. Ini menjadi tantangan untuk saya belajar interpretasi setiap hasil psikotes yang sebelumnya saat masih kuliah sarjana belum pernah dipelajari karena interpretasi ini hanya bisa dipelajari ketika kita mengambil profesi psikolog.
Dari sini saya selalu diberikan posisi spesialis, salah satu tantangannya adalah mencari talent new presenter tv yang sebelum itu posisinya adalah reporter. Hal ini menuntut saya untuk bisa menentukan apakah mereka potensial dan kompeten di posisi ini. Ketika saya menemukan kandidat tepat, ada rasa puas yang akhirnya memutuskan saya untuk membawa career path menjadi seorang Recruitment Specialist, sehingga saya mencoba di dunia Digital Creative Agency.
Dalam pengenalan industri ini, saya membutuhkan waktu 2 bulan untuk memahami jobdesk posisi dan karakter dari talent yang unik. Sehingga muncul pemahaman baru bahwa bekerja di dunia digital creative agency seorang recruitment harus fleksibel dengan tekanan pace kerja yang cepat. Dunia digital itu adalah dunia tanpa batas, selalu akan ada posisi baru yang muncul sehingga recruitment harus updating dengan dunia digital. Dari sini banyak bisnis baru yang dibuat sehingga saya harus memenuhi kebutuhan mereka, yang akhirnya membuat saya sadar, bahwa pekerjaan recruitment itu tidak akan membosankan jika kita mau untuk explorer dan tahu akan kebutuhan untuk career path kita sendiri.
3 tahun di Digital Creative Agency, saya mendapatkan penawaran di salah satu company 360 Marketing Advertising Agency lokal yang cukup besar dengan proses dan output industri yang berbeda. Terdapat ATL (Above The lIne), BTL (Below The line), Production, Digital, dan PR Agency dengan total 32 sister agency dalam company ini. Saya dipercayakan untuk menjadi senior, dan di 9 bulan bekerja saya dipercayakan kembali menjadi leader hingga saat ini di level Manager.
Peran saya disini tidak hanya menjalani proses recruitment namun juga menentukan Man Power Planning (MPP) yang tepat untuk kebutuhan new business dan produk mereka. Sehingga disini saya harus memiiki "taste" dari sisi kreatif dan marketing yang menjadi penunjang saya untuk menemukan kandidat yang tepat. Saya jadi semakin yakin, bahwa bekerja dengan "passion" dan mengetahui akan kebutuhan untuk career path kita dapat menentukan goal career untuk masa depan yang kita inginkan.
Apa yang menarik Anda untuk berkarier di bidang rekrutmen, terutama di industri kreatif?
Tantangan mencari kandidat spesialis. Sebagai recruiter harus memiliki "taste" sehingga baru bisa memahami jobdesk dari posisi tersebut. Posisi kreatif cukup menantang, karena secara organisasi hierarki divisi perusahaan kreatif ini saling berkaitan. Kandidat yang dicari harus tepat dengan culture tim kreatif perusahaan serta sudut pandang kreatif mereka.
Secara umum, apa saja tugas dan tanggung jawab Anda sebagai recruitment lead di perusahaan ini?
Saya bertanggung jawab dalam semua proses recruitment 32 agency FAB Indonesia dengan output dan kebutuhan dari agency yang berbeda. Membantu menentukan Man Power Planing (MPP), melakukan branding untuk setiap agency, salah satunya memperkenalkan culture dari setiap agency dan brand-brand apa saja yang mereka kerjakan guna menarik perhatian para calon kandidat.
Tantangan apa yang paling sering Anda hadapi dalam proses rekrutmen internal perusahaan?
Mungkin lebih mencari cara untuk menemukan kolam source baru, dimana user bisa mendapatkan talent yang oke tanpa di industri yang sama. Company agency di Indonesia tidak terlalu banyak, sehingga kita harus branding ke user bahwa banyak di luar industri agency kandidat potensial untuk bisa dipertimbangkan. Dan sterotipe tentang flow kerja agency yang selalu lembur, ini menjadi catatan untuk branding kepada teman2 GenZ bahwa pemahaman lembur dan melemburkan ini berbeda. Hehehe...
Bagaimana Anda mengatasi perbedaan ekspektasi antara tim rekrutmen dan tim hiring manager?
Komunikasi, memahami karakter user dan selalu memberikan update kepada user. Di sini tidak semua user paham akan kebutuhan kandidat yang di inginkan, sehingga perlu adanya diskusi dengan komunikasi yang tepat dan ajak user untuk mengetahui proses hiring itu seperti apa agar mereka bisa menimbang apakah ekspetasi mereka bisa dijalankan atau tidak.
Bagaimana teknologi telah mengubah cara Anda melakukan rekrutmen?
Saya menjadi lebih fleksibel serta bisa meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam bekerja. Tekanan dengan pace yang cepat memudahkan saya dalam mencari potensial talent yang tepat dan mengajak saya untuk selalu updating.
Bagaimana menurut Anda perubahan pasar kerja saat ini, terutama dampak pandemi dan perkembangan teknologi?
Talent di era ini harus aware membuat rencana untuk dirinya sejak dini. Sudah banyak pilihan posisi-posisi baru yang bisa menuntun masa depan mereka. Selain itu budaya atau model kerja tradisional pekerja dalam suatu perusahaan atau karyawannya sendiri harus ada perubahan yang lebih produktif dan efisiensi. Salah satunnya menekankan soft skill dan updating terhadap teknologi.
Keterampilan apa yang paling dicari oleh perusahaan saat ini, khususnya di industri kreatif?
Keterampilan berpikir terhadap "taste" yang "out of the box". Karena market dengan jenis brand yang berbeda mengharuskan para pekerja kreatif untuk bisa mengolah campaign yang menarik. Saat ini semua orang sudah berada di era digitalisasi yang dimana mereka paham tren dan konten unik dari negara luar yang bisa saja diimpelementasikan di budaya Indonesia. Dalam dunia kreatif tidak ada kata "selesai" untuk menentukan ide-ide yang keren.
Bagaimana Anda melihat tren perekrutan di masa depan?
Jika saya lihat saat ini sudah sangat pesat tren dari recruitment. Tidak hanya media sosial, namun kita bisa membuat program untuk karyawan bisa memberikan referensi temannya yang potensial. Selain itu open minded bahwa talent bagus itu bukan hanya dilihat dari kampus yang ternama atau skill hardware yang dimiliki. Salah satu yang terpenting saat ini adalah soft skill seperti communication skill, emotional intelligence, critical thinking, decision making, creative, dan adaptable dengan generasi yang berbeda dalam internal perusahaan.
Bisa ceritakan sebuah studi kasus yang menarik tentang proses rekrutmen yang pernah Anda lakukan?
Saat menjadi recruitment specialist di company agency pertama saya, disini dengan level saya yang masih middle, dipercayakan untuk hiring team dari level director sampai officer dengan waktu yang diberikan 1.5 bulan. Tantangan baru interview level director yang mana harus membuat diri ini "pede". Saya menanamkan ke diri saya kalau saya sebagai lawan bicara pantas untuk bisa berbicara dengan mereka dan bisa membuat prediksi dari hasil interview. Hasilnya dari sini user puas akan kinerja saya.
Metrik apa yang Anda gunakan untuk mengukur keberhasilan tim rekrutmen?
Metrik yang digunakan ialah memahami karakter user, time to fill, time to hire, source of hire, cost hire, dan quality dari kandidat yang kita hire dengan melihat sejauh mana kepuasan user dengan kandidat yang kita berikan. Dari sini bisa menjadi tolak ukur KPI recruitment.
Oh, ya pernahkah terpikirkan sebelumnya akan menjadi rekruter? Kira-kira kalau enggak jadi rekruter, karier apa yang akan Anda jalani?
Sama sekali enggak sih. Dulu berpikir ingin menjadi seorang psikolog klinis yang berfokus pada mental health. Hmm.. saya pikir saya akan menjadi enterpreuner atau marketing ya bila melihat dari diri saya yang sekarang.
Cerita inspiratif lainnya dari perjalanan profesional yang expert di bidangnya bisa Anda baca di Rubrik Profil!